Senin, 30 Maret 2015

Batasan panjang Pendeknya Shalat Bagi Imam (lanjutan Odoh 234)



Batasan panjang Pendeknya Shalat Bagi Imam
(lanjutan Odoh 234)

Dalam 2 hadist sebelumnya di jelaskan agar seseorang ketika menjadi imam agar memperingan bacaan shalat dikarenakan jama’ah / makmum yang sebagian dalam kondisi lemah

Namun ada sejumlah hadist shahih yang mensifati shalat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang panjang seperti : Seorang Imam bertakbir kemudian orang pergi ke baqi’ untuk buang hajat kemudian kembali dan berwudhu dan masih mendapati rakaat pertama bersama Nabi Muhammad, pada shalat itu ( shalat wajib ) Rasulullah membaca surat yang panjang seperti surat : Al Baqorah (sampai selesai) An Nisa , Al A’raf, Qoff , At Thuur , dan lainnya dari surat-surat yang panjang.

Namun disisi lain (kata Syeikh Abdullah Alu Bassam pent.) ada juga hadist shahih yang menganjurkan untuk meringankan bacaan ketika shalat ( sebagaimana disebutkan dalam 2 hadist odoh diatas ) dan hadist lainnya yang menerangkan bahwa Rasulullah membaca surat Al Kafirun, Al Ikhlash, dan lain-lainnya.

Dalam memahami semua dalil tersebut diatas sebagian ulama berpendapat “ sunnahnya shalat dengan bacaan panjang “ dalam rangka mengamalkan hadist yang shahih diatas.
Sebagian lain berpendapat “ diringankan “ hal ini sesui dengan hadist tersebut diatas ( odoh 233-234)

Yang benar bahwasannya hadist diatas tidak saling bertentangan, sehingga keduanya bisa diamalkan.
Adapun masalah panjang dan pendeknya itu merupakan masalah relatif, yang tidak memiliki batasan tertentu karena penilaian antara orang satu dengan yang lainnya berbeda.
Maka orang yang menghendaki shalat dengan cepat, mereka menyatakan bahwa shalat orang yang sedang-sedang saja ( tidak panjang dan tidak pendek bacaannya ) itu adalah shalat yang panjang
Tetapi bagi Ahli Ibadah dan ahli shalat ( orang yang suka dan senang shalat ) mereka berpendapat shalat yang sedang-sednag saja itu adalah shalat pendek ,
Maka semuanya hendaklah dikembalikan kepada hadist –hadist nabi shalallahu ‘alaihi wasalam, yang menjelaskan tentang bagaimana beliau shalat, dan dipraktekkan antara yang satu dengan yang lainnya ( dari kedua permasalahan ini ), maka akan tampak jelas masalah ini, seperti yang dikatakan oleh imam shan’anii :
Rasulullah memanjangkan shalatnya karena mengetahui kondisi makmumnya, demikian juga beliau memerintahkan meringankan shalat itu khusus untuk umat terntu sesui kondisinya
  Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk link berikut ini semoga bermanfaat :

beberapa kekeliruan Imam yang perlu diluruskan :

One Day One hadist (ODOH 233 ) Meringankan Shalat Ketika Menjadi Imam



One Day One hadist (ODOH 233 )
Meringankan Shalat Ketika Menjadi Imam

عَنْ أبي مَسْعُودٍ الأنصاري رَضيَ الله عَنْهُ قَال: جَاءَ رَجُل إِلى رسُولَ الله صلى الله عليه وسلم، فقَالَ: إنِّي لأتَأخَرُ عَنْ صَلاةِ الصُّبْحِ مِنْ أجْلِ فلانٍ مِمَّا يطِيلُ بِنَا.  قالَ: فَمَا رأى النَّبيَ صَلى الله عَلَيْهِ وَسَلمَ غَضبَ في مَوْعِظَةٍ قطُّ أشدَّ مِمَّا غضِبَ يَوَمَئِذٍ ، فَقَالَ: "يَا أيها النَّاسُ، إِن مِنْكُمْ مُنَفرِينَ فَأيّكُمْ أمّ النَّاسَ فَلْيُوجِزْ، فَإن مِنْ وَرَائِهِ الْكَبِيرَ وَالصَغِيرَ وَذَا الْحَاجَةِ".

Dari Abu Mas’ud Al Anshori rhadiyallahu ‘anhu telah datang seseorang kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam dan dia berkata “ saya tidak shalat subuh berjama’ah karena imam tersebut shalatnya terlalu panjang , Rawi berkata saya belum pernah melihat Rasulullah marah seperti saat ini dalam hal memberikan nasehat/peringatan, maka Rasulullah bersabda “ wahai saudara sekalian sesungguhnya diantara kalian ini ada orang yang tidak mau shalat berjama’ah, maka siapapun diantara kalian menjadi imam pada suatu kaum maka ringankanlah shalatnya , karena dibelakang imam itu ada orang  yang sudah tua, lemah, anak-anak, dan ada pula yang mempunyai hajat ( Mutafaqun Alaihi )
Makna Dan Faedah hadist :
1.     Wajibnya meringankan shalat berjama’ah, karena ada orang yang lemah ( orang sudah tua, anak kecil, orang yang sakit dll ) tetapi tetap harus sempurna khusu’ dan tumakninah ( tenang ) didalam shalat tersebut.

2.     Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sangat marah kepada orang (imam) yang memberatkan orang lain dengan shalat yang panjang sekali tanpa melihat situasi dan kondisi, dan hal itu beliau anggap sebagai fitnah .

3.     Bolehnya Shalat diperpanjang katika shalat sendiri dengan sesukanya, asalkan tidak sampai keluar dari waktu shalat, yang demikian itu agar antara kemaslahatan yang tinggi ( yaitu dengan memanjangkan bacaan shalat untuk mencapai kesempurnaannya ) tidak bertabrakan dengan kerusakan yang di dapati ketika shalat diluar waktunya.

4.     Wajibnya memperhatikan situasi dan kondisi jama’ah ( makmum ) terutama orang-orang yang lemah dan orang yang mempunyai keperluan ketika selesai shalat.

5.     Bolehnya shalat dengan panjang kalau keadaan jama’ah ( makmum ) itu tidak terlalu banyak dan mereka senang melakukannya .

6.     Hendaknya memudahkan orang lain pada jalan kebaikan dan memberikan sesuatu  yang mereka sukai dan sesuatu  yang membuat mereka senang ketika beribadah, dan itu termasuk cara melunakkan hati-hari mereka dan ajakaan yang baik kepada islam.


و الله أعلم بالصواب

Dinukil dr : Kitab Taisirul 'Alam syarah 'Umdatul Ahkam, Karya Abdullah Shalih Alu Bassam, Kitab As Sholat, Bab Al Imamah , hadist no : 78  Jilid 1, hal: 129-131, Cet. Maktabah Ar Rossyid Riyadh – KSA

سُلَيْمَان اَبُوْ شَيْخَه
287302DE / 2837AECC
 

أَسْعَدَ اللّهُ اَيَّامَكُمْ

Semoga Allah Ta'alaa menjadikan hari-harimu penuh dgn kebahagiaan