Jumat, 31 Januari 2014

Utamakan Husnudhon Jauhi Su'udhon

علينا بحسن الظن
HENDAKLAH KITA SELALU BERBAIK SANGKA

أحس رجل بأن عاملاً فقيراً يمشى خلفه .. فقال الرجل فى نفسه:
Seorang pria merasa bahwa pekerja miskin berjalan di belakang-nya. Pria itu berkata dalam hatinya:

"هؤلاء الشحاذيين دائماً يلاحقوننا ليطلبوا مزيدا من المال..! "
"Para pengemis selalu mengejar kita untuk meminta lebih banyak uang...!"

فقال العامل الفقير للرجل: عفواً يا سيدي .. محفظتك سقطت منك ..
Katan pekerja miskin kepada laki-laki itu: Maaf tuan ... Dompet Anda jatuh dari saku anda ..

.
.الحمة
Hikmahnya :
هل عودت نفسك على حُسن الظن بالاخرين ؟
Apakah Anda membiasakan diri untuk husnudhon / berbaik sangka kepada orang lain?

فــ لتحسن الظن وتبدى حُسن النيه الى ان يثبت العكس
Karena itu hendaklah kita selalu berbaik sangka sehingga niat kita juga menjadi baik jangan sampai kebalikannya … ( selalu berburuk sangka sehinggaapa yg terbersit dlm hati kita menjadi jelak

ingatlah Firman Allah Berikut ini : 

 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa. ” (Al-Hujurat: 12)

 Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut’. ” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291)


 Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

 
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini. ” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian. ” (HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Imam As-Syafii rahimahullah berkata :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْضِيَ لَهُ بِالْحُسْنَى, فَلْيُحْسِنْ بِالنَّاسِ الظَّنَّ
 
"Barangsiapa yang ingin Allah menganugrahkan baginya husnul khootimah maka hendaknya ia berhusnudzon kepada orang-orang" (Mawaa'idz Al-Imaam As-Syafii)
Seakan-akan Imam Syafii mengingatkan bahwasanya berbaik sangka kepada orang lain akan menjauhkan seseorang dari banyak kedzoliman dan dosa besar yang muncul dari berburuk sangka, seperti ghibah dan namimah, serta praktek pemboikotan/hajr yang keliru..dll.
Selain itu orang yang mampu senantiasa untuk berhusnudzon maka akan senantiasa memiliki hati yang lembut…sayang kepada saudaranya…jauh dari hasad….tidak merendahkan orang lain..dll



Bakr bin Abdillah Al-Muzani rahimahullah berkata:
 
إيَّاك مِنَ الْكَلاَمِ مَا إِنْ أَصَبْتَ فِيْهِ لَم تُؤْجَرْ، وَإِنْ أَخْطَأْتَ فِيْهِ أَثِمْتَ، وَهُوَ سُوْءُ الظَّنِّ بِأَخِيْكَ
Waspadalah engkau dari perkataan yang jika engkau benar pada perkataan tersebut maka engkau tidak mendapatkan pahala, namun jika engkau salah maka engkau berdosa, yaitu suudzzon (berburuk sangka) kepada saudaramu" (Tahdziib At-Tahdziib 1/425)
Akan tetapi yang lebih tepat –wallahu a'lam- bahwasanya barangsiapa yang berburuk sangka maka ia tetap berdosa, meskipun persangkaannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar